
Budaya ngopi seolah menjadi salah satu budaya paling digemari hari-hari ini. Mulai dari sekedar nongkrong atau memang menggemari kopi, semua orang berbaur di bawah satu payung bernama coffee shop. Tak jarang konsumsi yang meningkat terhadap kopi dan kunjungan pada coffee shop membuat jalanan-jalanan kota dipenuhi coffee shop di kanan dan kirinya. Apa yang sebenarnya terjadi dengan tren kopi ini?
Dalam sebuah artikel yang ditulis Michael Pollan dalam The Atlantic (2020) menyebutkan bahwa kopi adalah capitalism favorite drugs (obat favorit dari kapitalisme). Kecintaan terhadap kopi sebenarnya bukan hanya baru-baru ini terjadi, mengutip artikel The Atlantic (2020) yang menyatakan bahwa efek kafein ini berhubungan dengan kebutuhan kapitalisme hari-hari ini, entah itu konsumsi atau produksi dari kopi itu sendiri.
Budaya minum di sela-sela rehat bekerja sebenarnya pernah terjadi sebelum kedatangan kopi dan teh di Barat pada tahun 1600-an. Perbedaannya adalah pada saat itu orang mengkonsumsi alkohol saat istirahat bekerja, terutama pekerjaan yang menyangkut fisik. Namun ketika ada pekerjaan lain yang mengandung angka, efek dari alkohol kerap menjadi masalah. Hal inilah yang kemudian dianggap berbeda dengan kopi, karena dianggap sebagai “This wakeful and civil drink” yang membuat tubuh terjaga sampai malam.
Sejujurnya pernahkah kita bertanya mengapa kopi menjadi salah satu minuman yang banyak diminati orang-orang? Bahkan kopi selalu sedia untuk menemani kita bekerja sepanjang malam, untuk terus terjaga dan bekerja. Jika kultur coffee shop dan konsumsi terhadap kopi yang secara kesejarahan sudah terjadi sejak abad ke-17, apakah kita dapat menyatakan bahwa kapitalisme telah berhasil membentuk budaya kita dalam konsumsi kopi beserta dengan kios-kios kopinya?
Tidak hanya kopi sebagai minuman untuk membantu kita terjaga dari pekerjaan. Kini, kultur yang ada telah menyediakan kios-kios kopi yang kerap diidentikan dengan term Third Space dari sosiologis Roy Oldenburg–yang mana ia bukan lagi menjadi ruang privat atau publik. Third Space ini juga identik dengan slogan working alone together. Bayangkan bagaimana kultur minum kopi bisa menempatkan masyarakat dalam keadaan seperti ini. Tidakkah ini menjadi double kill bagi masyarakat hari-hari ini? Untuk dapat bekerja hingga larut; kopi disediakan sebagai peneman, kios kopi dibangun untuk bekerja sendirian bersama orang lain, petani kopi juga menyeruput kopinya kala istirahat. Dengan demikian, kopi akan terus membayangi kehidupan kita sebagai manusia, setiap harinya.
*tulisan ini adalah bagian dari submisi Zine Payon dari Gudskul Collective (2021) diterbitkan ulang tanpa kepentingan profit.